Fenomenal karena antena yang
digunakan untuk memancarkan sinyal radio memiliki panjang 2 Km, membentang
diantara gunung Malabar dan Halimun dengan ketinggian dari dasar lembah
mencapai 500 meter
“Bandung heurin ku tangtung”. Begitulah gambaran Bandung masa
kini. Industri di Bandung semakin masif menggerus areal pesawahan, pertanian
dan perumahan penduduk. Namun, Bandung masih menyisakan gunung-gunung indah di
bagian tubuhnya yang lain. Gunung Puntang adalah salah satunya.
Gunung Puntang merupakan bagian dari rangkaian pegunungan Malabar. Di
kawasan ini terdapat bumi perkemahan yang dikelola Perhutani. Udara yang sejuk
pada ketinggian 1290 m, sungai yang jernih ditambah dengan paduan pohon pinus
yang tumbuh alami, memberikan kedamaian tersendiri. Keindahan panorama sekitar
kawasan ini sudah bisa dinikmati sepanjang perjalanan. Terlebih saat memasuki
persimpangan jalan Banjaran-Pangalengan dan jalan Gunung Puntang. Saat tiba di
gerbang Perhutani, sempatkan waktu berhenti sejenak untuk melihat hamparan
Plato (lempengan) Bandung dari ketinggian.
Wisata Alam
Daerah Bandung Selatan masih mempunyai sebuah objek wisata bersejarah
yang cukup unik di Gunung Puntang. Bila Anda sudah bosan berkunjung ke Ciwidey
yang terkenal dengan objek wisata Kawah Putih dan Situ Patenggang-nya. Atau
jenuh berkunjung ke Pengalengan, tidak ada salahnya mencoba berkunjung ke
kawasan ini.
Untuk masuk ke areal perkemahan, dikenakan biaya yang relatif murah.
Tiket perorangan 5000 rupiah per hari, sewa lahan per 3 orang 2500 rupiah,
sepeda motor 1000 rupiah, sedan/minibus 3000 rupiah sedangkan bus/truk 5000
rupiah. Selain berkemah, aktifitas-aktifitas outdoor seperti forest
tracking atau sekadar main air di kali yang jernih dapat menjadi pilihan. Curug
Siliwangi, sebuah air terjun dengan ketinggian sekitar 100 meter dapat menjadi
target alternatif. Perjalanan dapat ditempuh selama 2 jam menembus hutan. Untuk
mencapai lokasi Curug Siliwangi ini, sebaiknya menggunakan jasa pemandu arah
setempat agar tidak tersesat.
Bumi Perkemahan Gunung Puntang masih dikelola secara swadaya.
Masyarakat memegang penuh atas kepengurusan Gunung Puntang walaupun status
tetap berada di tangan Perhutani. “Ya kan Gunung Puntang ada di daerah
kami, sudah tentu menjadi kewajiban kami untuk mengurusnya”, ujar Aki Inan
selaku juru kunci Gunung Puntang. Beberapa fasilitas penting sudah tersedia.
MCK, rumah kecil milik Perhutani (cabin) yang bisa disewa, dan yang paling
penting Anda masih bisa memanfaatkan aliran listrik.
Masih di area Gunung Puntang, saat ini terdapat sebuah fasilitas
rekreasi yang tidak kalah menarik, Taman Bougenville. Di area ini terdapat 3
villa, 2 kolam renang, tempat bermain anak dan lokasi ini dialiri beberapa
stream sungai kecil yang sangat jernih airnya. Kolam renang yang ada
memanfaatkan air gunung yang langsung dialirkan dari sumbernya. Dan yang lebih
penting, air jernih yang masuk ke kolam adalah air alami. Penyaringan alami
berupa ijuk adalah rahasia tetap terjaganya kealamian air kolam.
Berbeda dengan Bumi Perkemahan, Taman Bougenville dikelola pihak
swasta. Untuk masuk ke lokasi ini kita harus juga membeli tiket masuk seharga
Rp7500,00. Vila-vila yang ada bisa disewa dengan tarif dari 700 ribu
sampai 800 ribu rupaih. Jika berminat untuk menyewa seluruh lokasi beserta
semua fasilitas yang ada dikenakan biaya sebesar 4 juta rupiah sehari.
Ditemui di kantornya (18/11) Andi Subagyo, selaku Kepala Pengelola
Fasilitas Taman Bougenville, menyatakan, “Penggunaan ijuk sebagai filter
sebenarnya karena tuntutan masyarakat di sini. Masyarakat tetap ingin area
gunung tetap asri dan alami”. Memang meskipun taman ini sekarang sudah ada di
tangan pengelola swasta, tapi beberapa aturan yang diajukan masyarakat tetap
harus ditaati. “Memang sih kita punya kewenangan, tapi kan kita
berada di kawasan masyarakat di sini, jadi ya kita ikuti aja apa yang
diinginkan masyarakat, supaya bisa terjalin hubungan yang baik”, tambah Edi.
Wisata Sejarah
Tidak hanya menawarkan wisata alam yang menyejukkan hati, di kawasan Gunung
Puntang juga terdapat beberapa objek wisata sejarah peninggalan bangsa Belanda.
Bersama Udin Supriadi (11/11) selaku Kepala Pusat Informasi kami menuju area
Kolam Cinta. “Pada tahun 1923 area ini merupakan suatu lokasi yang sangat
terkenal di dunia karena terdapat sebuah stasiun pemancar radio Malabar yang
dirintis oleh Dr. Van De Groot”, tutur Udin. Sebuah pemancar radio yang sangat
fenomenal pernah digunakan di area ini. Fenomenal karena antena yang digunakan
untuk memancarkan sinyal radio memiliki panjang 2 Km, membentang diantara
gunung Malabar dan Halimun dengan ketinggian dari dasar lembah mencapai 500
meter.
Gedung radio pemancar ini bentuknya sangat cantik di masa itu.
Sayangnya, saat ini bangunan tersebut hanya tersisa beberapa potong tembok
saja, dikarena struktur bangunannya yang terbuat dari separuh kayu dan separuh
tembok. “Ya, ini sisa-sisa bangunan yang ada. Sebagian besar bangunan dirusak
warga saat kemerdekaan. Warga berlomba datang ke sini bukan hanya
menghancurkan, tapi juga berlomba mengambil besi yang ada untuk dijual”, tambah
Udin. Selain sepotong sisa bangunan tadi, ada juga sisa struktur dinding kolam
yang saat ini dikenal dengan nama Kolam Cinta. Konon, jika sejoli berpacaran di
lokasi ini akan membawa dampak bagi kelangsungan hubungan mereka. Kalau mau
mendaki, sisa-sisa antena juga masih bisa dilihat dilereng gunung.
Masih di lokasi yang
berdekatan, tedapat bekas kompleks rumah pejabat Belanda. Lagi-lagi yang
tersisa hanya puing-puingnya. Setiap lokasi rumah itu telah dilabeli nama-nama
pejabat Belanda yang dulunya menempati rumah itu. Meski di lokasi ini yang bisa
dilihat hanya reruntuhan dan pondasi-pondasi rumahnya, tapi bayangan akan
kemegahan dan kekokohan rumah-rumah itu di zamannya tidak dapat dihilangkan
dari pandangan mata. Beberapa tempat lapang, pagaran pohon hijau, dan bentukan
rumah Belanda bisa dinikmati sepuasnya. Ditambah lagi desiran angin sepoi
membuat tubuh merasakan kesegeran udara pagi yang dengan bebas menembus kulit
dan paru.
Masih di lokasi yang sama, di
bawahnya ada jalan setapak menuju Gua Belanda. Pengunjung bisa masuk ke gua
dengan menyewa lampu minyak atau patromak. Anda bisa menyewa jasa pemandu jalan
yang berjaga di pintu masuk gua. Inilah gua Belanda, gua dengan muka bertampang
mulut harimau menganga. Gua ini mempunyai jalur yang beraneka tujuan. Bahkan,
ada jalur yang menembus Pangalengan, Garut, Cisewu, dan Gunung Nini. “Ada
banyak jalur di dalam gua, tapi sudah pada ditutup karena khawatir pengunjung
yang tidak tahu, malah tersesat”, jelas Udin. Ketika masuk gua kita seakan
diajak masuk ke perut gunung yang dingin dan kelam. Gemericik tetesan air dari
akar pohon yang menembus atap gua memberikan kesan dan ketenangan tersendiri.
Tetesan-tetesan air yang menyentuh dasar gua terdengar begitu asri dan
menenangkan hati. Perjalanan menyusuri gua bisa diselesaikan dengan rentang
waktu sekitar 15 menit. (Mahmud Ramdhani/0906579)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar