Rabu, 02 Januari 2013

Gunung Putang



Lambaian Alam dan Pesona Sejarah


Fenomenal karena antena yang digunakan untuk memancarkan sinyal radio memiliki panjang 2 Km, membentang diantara gunung Malabar dan Halimun dengan ketinggian dari dasar lembah mencapai 500 meter

Bandung heurin ku tangtung”. Begitulah gambaran Bandung masa kini. Industri di Bandung semakin masif menggerus areal pesawahan, pertanian dan perumahan penduduk. Namun, Bandung masih menyisakan gunung-gunung indah di bagian tubuhnya yang lain. Gunung Puntang adalah salah satunya.
Gunung Puntang merupakan bagian dari rangkaian pegunungan Malabar. Di kawasan ini terdapat bumi perkemahan yang dikelola Perhutani. Udara yang sejuk pada ketinggian 1290 m, sungai yang jernih ditambah dengan paduan pohon pinus yang tumbuh alami, memberikan kedamaian tersendiri. Keindahan panorama sekitar kawasan ini sudah bisa dinikmati sepanjang perjalanan. Terlebih saat memasuki persimpangan jalan Banjaran-Pangalengan dan jalan Gunung Puntang. Saat tiba di gerbang Perhutani, sempatkan waktu berhenti sejenak untuk melihat hamparan Plato (lempengan) Bandung dari ketinggian.
Wisata Alam
Daerah Bandung Selatan masih mempunyai sebuah objek wisata bersejarah yang cukup unik di Gunung Puntang. Bila Anda sudah bosan berkunjung ke Ciwidey yang terkenal dengan objek wisata Kawah Putih dan Situ Patenggang-nya. Atau jenuh berkunjung ke Pengalengan, tidak ada salahnya mencoba berkunjung ke kawasan ini.
Untuk masuk ke areal perkemahan, dikenakan biaya yang relatif murah. Tiket perorangan 5000 rupiah per hari, sewa lahan per 3 orang 2500 rupiah, sepeda motor 1000 rupiah, sedan/minibus 3000 rupiah sedangkan bus/truk 5000 rupiah. Selain berkemah, aktifitas-aktifitas outdoor seperti forest tracking atau sekadar main air di kali yang jernih dapat menjadi pilihan. Curug Siliwangi, sebuah air terjun dengan ketinggian sekitar 100 meter dapat menjadi target alternatif. Perjalanan dapat ditempuh selama 2 jam menembus hutan. Untuk mencapai lokasi Curug Siliwangi ini, sebaiknya menggunakan jasa pemandu arah setempat agar tidak tersesat.
Bumi Perkemahan Gunung Puntang masih dikelola secara swadaya. Masyarakat memegang penuh atas kepengurusan Gunung Puntang walaupun status tetap berada di tangan Perhutani. “Ya kan Gunung Puntang ada di daerah kami, sudah tentu menjadi kewajiban kami untuk mengurusnya”, ujar Aki Inan selaku juru kunci Gunung Puntang. Beberapa fasilitas penting sudah tersedia. MCK, rumah kecil milik Perhutani (cabin) yang bisa disewa, dan yang paling penting Anda masih bisa memanfaatkan aliran listrik.
Masih di area Gunung Puntang, saat ini terdapat sebuah fasilitas rekreasi yang tidak kalah menarik, Taman Bougenville. Di area ini terdapat 3 villa, 2 kolam renang, tempat bermain anak dan lokasi ini dialiri beberapa stream sungai kecil yang sangat jernih airnya. Kolam renang yang ada memanfaatkan air gunung yang langsung dialirkan dari sumbernya. Dan yang lebih penting, air jernih yang masuk ke kolam adalah air alami. Penyaringan alami berupa ijuk adalah rahasia tetap terjaganya kealamian air kolam.
Berbeda dengan Bumi Perkemahan, Taman Bougenville dikelola pihak swasta. Untuk masuk ke lokasi ini kita harus juga membeli tiket masuk seharga Rp7500,00. Vila-vila yang ada  bisa disewa dengan tarif dari 700 ribu sampai 800 ribu rupaih. Jika berminat untuk menyewa seluruh lokasi beserta semua fasilitas yang ada dikenakan biaya sebesar 4 juta rupiah sehari.
Ditemui di kantornya (18/11) Andi Subagyo, selaku Kepala Pengelola Fasilitas Taman Bougenville, menyatakan, “Penggunaan ijuk sebagai filter sebenarnya karena tuntutan masyarakat di sini. Masyarakat tetap ingin area gunung tetap asri dan alami”. Memang meskipun taman ini sekarang sudah ada di tangan pengelola swasta, tapi beberapa aturan yang diajukan masyarakat tetap harus ditaati. “Memang sih kita punya kewenangan, tapi kan kita berada di kawasan masyarakat di sini, jadi ya kita ikuti aja apa yang diinginkan masyarakat, supaya bisa terjalin hubungan yang baik”, tambah Edi.
Wisata Sejarah
Tidak hanya menawarkan wisata alam yang menyejukkan hati, di kawasan Gunung Puntang juga terdapat beberapa objek wisata sejarah peninggalan bangsa Belanda. Bersama Udin Supriadi (11/11) selaku Kepala Pusat Informasi kami menuju area Kolam Cinta. “Pada tahun 1923 area ini merupakan suatu lokasi yang sangat terkenal di dunia karena terdapat sebuah stasiun pemancar radio Malabar yang dirintis oleh Dr. Van De Groot”, tutur Udin. Sebuah pemancar radio yang sangat fenomenal pernah digunakan di area ini. Fenomenal karena antena yang digunakan untuk memancarkan sinyal radio memiliki panjang 2 Km, membentang diantara gunung Malabar dan Halimun dengan ketinggian dari dasar lembah mencapai 500 meter.
Gedung radio pemancar ini bentuknya sangat cantik di masa itu. Sayangnya, saat ini bangunan tersebut hanya tersisa beberapa potong tembok saja, dikarena struktur bangunannya yang terbuat dari separuh kayu dan separuh tembok. “Ya, ini sisa-sisa bangunan yang ada. Sebagian besar bangunan dirusak warga saat kemerdekaan. Warga berlomba datang ke sini bukan hanya menghancurkan, tapi juga berlomba mengambil besi yang ada untuk dijual”, tambah Udin. Selain sepotong sisa bangunan tadi, ada juga sisa struktur dinding kolam yang saat ini dikenal dengan nama Kolam Cinta. Konon, jika sejoli berpacaran di lokasi ini akan membawa dampak bagi kelangsungan hubungan mereka. Kalau mau mendaki, sisa-sisa antena juga masih bisa dilihat dilereng gunung.
Masih di lokasi yang berdekatan, tedapat bekas kompleks rumah pejabat Belanda. Lagi-lagi yang tersisa hanya puing-puingnya. Setiap lokasi rumah itu telah dilabeli nama-nama pejabat Belanda yang dulunya menempati rumah itu. Meski di lokasi ini yang bisa dilihat hanya reruntuhan dan pondasi-pondasi rumahnya, tapi bayangan akan kemegahan dan kekokohan rumah-rumah itu di zamannya tidak dapat dihilangkan dari pandangan mata. Beberapa tempat lapang, pagaran pohon hijau, dan bentukan rumah Belanda bisa dinikmati sepuasnya. Ditambah lagi desiran angin sepoi membuat tubuh merasakan kesegeran udara pagi yang dengan bebas menembus kulit dan paru.
Masih di lokasi yang sama, di bawahnya ada jalan setapak menuju Gua Belanda. Pengunjung bisa masuk ke gua dengan menyewa lampu minyak atau patromak. Anda bisa menyewa jasa pemandu jalan yang berjaga di pintu masuk gua. Inilah gua Belanda, gua dengan muka bertampang mulut harimau menganga. Gua ini mempunyai jalur yang beraneka tujuan. Bahkan, ada jalur yang menembus Pangalengan, Garut, Cisewu, dan Gunung Nini. “Ada banyak jalur di dalam gua, tapi sudah pada ditutup karena khawatir pengunjung yang tidak tahu, malah tersesat”, jelas Udin. Ketika masuk gua kita seakan diajak masuk ke perut gunung yang dingin dan kelam. Gemericik tetesan air dari akar pohon yang menembus atap gua memberikan kesan dan ketenangan tersendiri. Tetesan-tetesan air yang menyentuh dasar gua terdengar begitu asri dan menenangkan hati. Perjalanan menyusuri gua bisa diselesaikan dengan rentang waktu sekitar 15 menit. (Mahmud Ramdhani/0906579)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar