Rabu, 02 Januari 2013

Kekeringan



Musim kemarau yang telah berlangsung beberapa bulan ini menyebabkan ratusan ladang persawahan disejumlah beberapa kota yang ada di Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat tidak bisa ditanami padi. dikarenakan ketiadaan air membuat lahan persawahan mengering.
Karawang merupakan kota tertua di Jawa Barat, selain itu Karawang juga memiliki ladang persawahan kurang lebih 67540 Ha. Dengan demikian, Karawang di juluki sebagai lumbung padi Jawa Barat. Hamparan sawah nan elok dan hijau menjadi pemandangan yang indah bagi kota Karawang, tapi ketika kekeringan melanda kota Karawang, sekarang bukan lagi menjadi kota nan elok tetapi menjadikan ladang persawahan yang kering tanpa tanaman. Di daerah Karawang perladangan sawah dibagi menjadi dua bagian, yaitu sawah irigasi dan sawah geledug atau sawah yang hanya mengandalkan air hujan.
Awal bulan Oktober merupakan tanggal yang paling ditunggu-tunggu oleh para petani, karena sudah 5 bulan Kabupaten Karawang khususnya di Desa Purwadan Kecamatan Teluk Jambe Timur  tidak di guyur hujan. Pesawahan yang luas dan hijau ini sekarang menjadi kering kerontang, bahkan tanah persawahan terlihat retak-retak  akibat dari tidak adanya sumber air. Begitu tragis jika melihat kekeringan di Kabupaten Karawang. Padahal Karawang merupakan sumber pemasok beras terbesar di Provinsi Jawa Barat. Jika melihat kejadian ini, jangankan menjadi pemasok beras untuk Jawa Barat, untuk daerah Karawang saja masih kurang.

 Dengan demikian banyak para petani yang mengeluh dalam menggarap sawahnya. Yang tadinya di awal bulan September ini merupakan musim hujan, tapi belum juga di guyur hujan, petani tidak kehabisan akal dalam mencari solusi untuk mendapatkan air, petani melakukan pemompaan air dari sungai Citarum. Sehingga petani harus banyak mengeluarkan modal untuk memompa air. Dalam satu Hektar are sawah membutuhkan air kurang lebih 350 liter per 3 minggu. Sedangkan  memompa air dengan mesin pompa membutuhkan biaya perjamnya itu Rp20.000. Tapi penggarapan sawah dengan proses ini tidak mendukung para petani dengan baik, yang ada hanyalah kerugian saja. Berapa juta rupiah yang harus dikeluarkan oleh para petani untuk membayar mesin pompa? Tapi semua itu tidak terbalaskan dengan hasil panennya, karena hasil panen kali ini cukup mengerikan. Semua pohon padi mengering, karena kekurangan suplay air.  Kondisi seperti ini, petani hanya bisa pasrah dan berdoa kepada yang maha kuasa. Oleh karena itu musim kemarau kali ini membawa malapetaka bagi semua orang, khususnya bagi para petani.
 Peristiwa ini memang benar-benar merugikan banyak orang, bukan hanya petani saja yang merasa rugi dengan tidak adanya hujan, masyarakat saja merasa rugi, karena air sumur dan PDAM mulai kering, sehingga banyak masyarakat yang membeli air bersih dengan harga 1500 per deligen. Sedangkan kebutuhan air dalam satu keluarga itu kurang lebih membutuhkan 15 deligen per hari.
Untuk saat ini, pemerintah kabupaten Karawang belum memberikan solusi yang terbaik bahkan tidak ada anggapan sama sekali dari pemerintah. Dengan demikian masyarakat desa Purwadana merasa miris dengan kejadian ini. Setiap harinya masyarakat Purwadana harus mengeluarkan uang kurang lebih 15000 untuk membeli air bersih.
Musim kemarau yang berkepanjangan ini, menjadikan beban hidup bagi semua orang, karena masyarakat harus membeli air bersih sebagai bahan pokok setiap harinya. Yang tadinya air tidak membeli, sekarang harus membeli. Dengan kondisi seperti ini, penghasilan masyarakat menjadikan tolak ukur untuk menjalankan hidup.
Ujar Udin “Seharusnya pemerintah Kabupaten Karawang memperhatikan kondisi ini, karena saya sebagai warga Purwadana merasa miris, apalagi kondisi ekonomi saya yang serba kekurangan ini, ditambah lagi harus membebani biaya hidup dengan membeli air bersih, saya sebagai kepala keluarga dari empat orang anak dan satu orang istri merasa bingung dalam menghadapi cobaan ini”.
Dalam kondisi kekeringan ini, banyak para tokoh agama dan masyarakat melakukan salat istiqharah di lapangan Desa Purwadana untuk meminta diturunkannya air hujan. Tapi proses ikhtiar pemintaan air hujan itu belum juga terkabulkan oleh yang Maha Kuasa, sehingga proses salat Istiqharah ini dilakukan seminggu sekali, tiap hari Jumat jam 14.30 sampai waktu salat Ashar.

Nama               : Ahmad Taoziri
NIM                : 0907439
Jurusan            : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas               : 7C

Tidak ada komentar:

Posting Komentar